Aspek lafal bahasa Indonesia berbeda dari aspek ejaan, peristilahan, dan tata bahasa. Aspek lafal bahasa Indonesia hingga kini masih belum dapat dibakukan karena banyaknya variasi lafal bahasa Indonesia yang disebabkan oleh keanekaragaman bahasa yang digunakan di Indonesia. Pada satu sisi, terkesan adanya keinginan untuk mempertahankan lafal bahasa Melayu sebagai lafal bahasa Indonesia, tetapi hal itu masih menghadapi berbagai kendala sebagai akibat dari banyaknya pengaruh lafal bahasa daerah (khususnya bahasa Jawa) dan pengaruh bahasa asing (khususnya bahasa Inggris). Pada sisi lain, terdapat keinginan untuk mencari lafal tersendiri yang tidak terkesan sebagai lafal bahasa Melayu. Keanekaragaman bahasa-bahasa yang ada di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung, berpengaruh pada penerapan pelafalan bahasa Indonesia. Walaupun demikian, hal itu tidak berarti bahwa aspek lafal terabaikan. sekalipun belum ada pedoman yang dapat dijadikan rujukan seperti halnya ejaan, pada umumnya penutur bahasa Indonesia melafalkan kata sesuai dengan bunyi-bunyi hurufnya.
Sejarah perkembangan bahasa Indonesia yang demikian pesat dari segi pemerkayaan kosakata tidak mencatat usaha pembakuan lafal. Mulai dari Ejaan van Ophuijsen 1901, Ejaan Suwandi atau Ejaan Republik, sampai dengan Ejaan yang Disempurnakan, pembakuan lebih banyak dititikberatkan pada pengubahan tulisan. Dengan kata lain, lafal baku bahasa Indonesia hingga kini belum ditetapkan. Hal itu terjadi, antara lain, karena pertimbangan bahwa bahasa Indonesia masih digunakan sebagai bahasa kedua oleh sebagian besar masyarakat. Bahasa daerah yang menjadi bahasa ibu juga digunakan sebagai sarana komunikasi utama sehingga penutur bahasa menjadi dwibahasawan yang dapat memunculkan ragam lafal.
Kelompok penutur yang menguasai bahasa asing tetapi kurang memperhatikan kaidah bahasa Indonesia, perkawinan antarsuku bangsa, pendidikan, perpindahan penduduk, dan kemajemukan masyarakat dengan berbagai latar belakang budaya juga memicu lahirnya berbagai ragam lafal bahasa Indonesia. Selain ragam lafal itu, faktor-faktor dari segi teknis seperti prasarana dan sarana penelitian juga menjadi kendala utama mengapa lafal bahasa Indonesia belum dapat dibakukan secara nasional hingga saat ini.
Lafal bahasa pada dasarnya ditetapkan melalui kaidah ejaan dengan pengertian bahwa setiap huruf dilafalkan menurut bunyinya dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi tidak semua huruf memiliki hanya satu lafal. Huruf /e/, misalnya, memiliki lafal /ê/ dan /é/, seperti kata beras yang sering dilafalkan [bêras] atau [béras]; serta huruf /o/ memiliki lafal [o] dan [э], seperti kata toko yang dilafalkan [toko] atau [tэkэ]. Terjadinya diasistem seperti di atas terutama disebabkan oleh pengaruh dialek penutur bahasa. Bahkan pengaruh tersebut tidak terbatas pada lafal kedua huruf di atas.
Dalam beberapa contoh berikut akan tampak bahwa ciri-ciri lafal bahasa daerah atau lafal asing akan muncul (sengaja atau tidak) dalam bahasa Indonesia.
Baku Subbaku/Daerah
[memasukkan] [mêmasu’kan], [mêmasu’kên]
[kemasukan] [kêmasu’an]
[kerja] [kêrja’]
[ibu] [ibu’]
[instansi] [intansi]
[unit] [yunit]
Sering kali pengguna bahasa Indonesia memilih lafal yang didasarkan atas kebakuan bentuknya sehingga lafal-lafal contoh kata di sisi kiri berikut ini dianggap lebih berterima daripada lafal-lafal kata di sisi kanan.
[ju ang] [jo ang]
[kan tung] [kan tong]
[kem pis] [kêm pês]
[lu bang] [lo bang]
[u bah] [ro bah]
[hakikat] [hakékat]
[masjid] [mêsjid]
[nasihat] [naséhat]
[saksama] [sêksama]
[sêkadar] [sêkêdar]
Untuk sampai pada lafal bahasa Indonesia baku, pengguna bahasa harus berusaha menghindari ciri-ciri lafal bahasa daerah atau lafal bahasa asing jika berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut perlu diperhatikan karena gejala interferensi sering kali dianggap mengganggu proses berkomunikasi meskipun dalam kenyataannya ada juga yang tidak dirasakan sebagai gangguan oleh penutur. Akhiran [kên], misalnya, dirasakan mengganggu, tetapi bunyi [pandai] atau [pandei] tidak dirasakan mengganggu. Contoh berikut menunjukkan adanya pengaruh kebiasaan berbahasa penutur.
(1) Surat-surat itu sudah [disampeikên] kepada yang berhak.
(2) [Kêdudu’an] bahasa-bahasa di irian Jaya sangat penting.
(3) [Kita’] semua harus taat kepada pimpinan [kita’].
(4) [Enerji] panas matahari sudah [dimanpaatkan].
Pelafalan kata-kata yang berhuruf miring pada contoh di atas adalah lafal yang dianggap subbaku. Yang dianggap baku adalah sebagai berikut.
(1) Surat-surat itu sudah [disampaikan] kepada yang berhak.
(2) [Kedudukan] bahasa-bahasa di Irian Jaya sangat penting.
(3) [Kita] semua harus taat kepada pimpinan [kita].
(4) [Energi] panas matahari sudah [dimanfaatkan].
Lafal Fonem Bahasa Indonesia
Perkembangan bahasa Indonesia tidak berpengaruh terhadap jumlah huruf abjad yang ada dan cara melafalkannya dalam bahasa Indonesia. Huruf abjad merupakan lambang satuan bunyi terkecil yang dapat membedakan makna. Huruf disebut juga sebagai lambang fonem. Bahasa Indonesia memiliki 26 huruf abjad yang menggambarkan 26 fonem, yaitu 5 buah fonem vokal /a, e, i, o, u/ dan 21 fonem konsonan /b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, o, p, q, r, t, v, w, x, y, z/.
Dalam komunikasi bahasa, fonem-fonem itu tidak merupakan bunyi yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari satuan bunyi yang lebih besar, seperti di dalam satuan suku kata atau kata. Oleh karena itu, bunyi fonem-fonem yang terdapat di dalam satuan yang lebih besar itu dapat saling mempengaruhi sehingga bunyinya dapat berbeda menurut posisinya dalam sebuah kata. Misalnya, bunyi /a/ pada posisi akhir lebih terbuka, seperti pada kata guna daripada bunyi /a/ yang diapit konsonan, seperti pada kata bantu.
Fonem bahasa Indonesia dilafalkan sesuai dengan bunyi atau nama setiap hurufnya. Berdasarkan nama huruf abjad bahasa Indonesia, lafal berikut ini dianggap benar.
(kecap) ABC [a bé cé]
(radio) BBC [bé bé cé]
(rumus) PQ [pé ki]
x + y [èks + yé]
IMF [i èm èf]
CBS [cé bé ès]
MTQ [èm té ki]
Lafal vokal /o/ pada kata toko, misalnya, berbeda dari lafal vokal /o/ pada kata bodoh. Namun, karena pengaruh bahasa daerah, misalnya, lafal untuk kedua kata tersebut sering dipertukarkan. Lafal [toko] menjadi [tэkэ], sedangkan lafal [bэdэh] menjadi [bodo]. Walaupun begitu, perbedaan pelafalan tersebut tidak sampai mengganggu kelancaran komunikasi bahasa. Lain halnya dengan perbedaan lafal vokal /ê/ dan /é/ karena kedua lafal tersebut memang dapat membedakan makna, seperti pada lafal kata [têras] (inti) dan [téras] (serambi). Setakat ‘sejauh’ ini, sebagian orang, terutama pembelajar asing bahasa Indonesia, masih sering mengalami kesukaran dalam mengenali perbedaan antara lafal [é] dan [ê] pada sebuah kata. Perhatikanlah perbedaan vokal / é / dan / ê / pada kata-kata berikut.
Serang [sérang] serang [sêrang]
merah [mérah] merah [mêrah]
mereka [meréka] merekam [mêrêkam]
keset [kèsèt] kesat [kêsat]
renda [rénda] senda [sênda]
Untuk melafalkan kata-kata yang mengandung vokal /e/ secara benar, pengguna Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat memakainya sebagai acuan karena kamus tersebut mencantumkan keterangan lafal untuk kata-kata yang mengandung vokal /e/ yang bukan /e/ pepet. Perhatikan contoh di bawah ini.
beres [bérés]
ide [idé]
klise [klisé]
komite [komité]
materi [matéri]
peka [péka]
Di dalam bahasa Indonesia terdapat vokal yang dikenal dengan sebutan diftong, yang dalam pengujarannya vokal tersebut berubah kualitas. Pada sistem tulisan, diftong dilambangkan oleh dua huruf vokal yang tak terpisahkan, yaitu (ai), (au) dan (oi), yang pelafalannya diikuti oleh konsonan luncuran w atau y. Misalnya, bunyi {aw} pada kata harimau adalah diftong sehingga (au) pada suku kata –mau tidak dapat dipisahkan menjadi ma-u. Begitu pula dengan bunyi [ay] pada kata selampai. Diftong (oi) ditemukan pada kata-kata serapan bahasa asing dalam jumlah yang sangat terbatas. Dalam ujaran sehari-hari, diftong sering kali dilafalkan sebagai satu vokal, misalnya cabai dilafalkan [cabé]. Daftar berikut adalah contoh kata-kata yang memiliki diftong.
amboi [am boy]
saudagar [saw da gar]
lampau [lam paw]
pandai [pan day]
satai [sa tay]
Bandingkan dengan pelafalan kata-kata yang tidak mengandung diftong berikut.
baut [ba wut]
bait [ba yit]
paut [pa wut]
kait [ka yit]
laut [la wut]
kain [ka yin]
lain [la yin]
Di dalam bahasa Indonesia juga dikenal dua buah konsonan yang melambangkan satu fonem, yaitu /kh/, /ng/, /ny/, dan /sy/. Keempat konsonan ganda itu, masing-masing dilafalkan dalam satu bunyi, [kh], [ng], [ny], dan [sy].
akhir [a khir]
bangun [ba ngun]
nyata [nya ta]
syarat [sya rat]
Lafal Kata Bahasa Indonesia
Kata Dasar
Kata dasar bahasa Indonesia diawali dengan vokal, konsonan, atau gugus konsonan. Jika kata dasar diawali dengan gugus konsonan, gugus konsonan itu dilafalkan satu per satu, tanpa diselingi oleh bunyi vokal. Jika diawali dengan satu vokal atau satu konsonan, kata dasar itu dilafalkan sesuai dengan lafal huruf abjad bahasa Indonesia, dengan mempertimbangkan jeda yang didasarkan atas pemenggalan kata. Perhatikan contoh di bawah ini.
abad [a bad]
karam [ka ram]
prakarsa [pra kar sa]
stasiun [sta si un]
strategi [stra te gi]
Kata dasar yang mengandung deret konsonan di tengah kata, pelafalannya dilakukan melalui dua cara sebagai berikut. Pertama, deret konsonan di tengah kata dasar, seperti mb dan nt, yang merupakan kata Indonesia, dipisahkan.
bambu [bam bu]
tambat [tam bat]
bantal [ban tal]
janji [jan ji]
Kedua, deret konsonan di tengah kata dasar, seperti br, dr, pl, dan pr, tidak dipisahkan. Kelompok deret konsonan ini adalah deret konsonan yang terletak di tengah kata dasar yang berasal dari bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
labrak [la brak]
tubruk [tu bruk]
kodrat [ko drat]
program [pro gram]
April [A pril]
caplok [ca plok]
Patut diingat bahwa deret konsonan yang sama, yang terletak pada awal suku kata pertama kata dasar dilafalkan sebagai dua suku kata karena pada deret konsonan tersebut, dalam penulisannya disisipi vokal e.
Kata Dasar Asli Kata Dasar BI Pelafalan
trampil terampil [tê ram pil]
grobak gerobak [gê ro bak]
krupuk kerupuk [kê ru puk]
Kata asing France dilafalkan [Pê ran cis], bukan [Pran cis], karena bentuk serapan Perancis telah berterima jauh sebelum bentuk serapan Prancis diperkenalkan pada tahun 1975, ketika EYD mulai gencar disosialisasikan. Sebaliknya, kata-kata serapan seperti tradisi dan plagiat merupakan kekecualian dari ketentuan pelafalan di atas. Kata-kata tersebut tidak dilafalkan [tê ra di si] dan [pê la gi at], tetapi [tra di si] dan [pla gi at].
Kata Berimbuhan
Pelafalan kata dasar yang berimbuhan dapat berubah (berbeda) dari kata dasar sebelum mendapat imbuhan. Kata dasar yang diakhiri dengan bunyi abjad konsonan, jika mendapat imbuhan –an, akan berubah cara melafalkannya. Bunyi akhir kata dasar itu akan bergeser ke suku kata yang akhir. Perhatikan contoh di bawah ini.
makan + -an [ma ka nan]
didik + -an [di di kan]
bujang + -an [bu ja ngan]
tambat + -an [tam ba tan]
Demikian pula halnya jika kata dasar mendapat imbuhan –i.
pukul + -i [pu ku li]
tempat + -i [tem pa ti]
basah + -i [ba sa hi]
Kata dasar yang berawal dengan vokal, kemudian mendapat imbuhan meng-, juga akan berubah cara melafalkannya. Perhatikan contoh pelafalan kata dasar yang mendapat imbuhan di bawah ini.
meng- + ubah [me ngu bah]
meng- + obati [me ngo ba ti]
meng- + ikat [me ngi kat]
Pada dasarnya pelafalan kata berimbuhan dalam bahasa Indonesia tidak berhubungan dengan pemenggalan kata, tetapi lebih berhubungan dengan penyukuan kata. Bandingkan pemenggalan kata dan penyukuan kata pada contoh berikut.
pemenggalan penyukuan
peng-a-tur-an [pe nga tu ran]
per-u-sa-ha-an [pe ru sa ha an]
ma-suk-an [ma su kan]
ber-u-bah [be ru bah]
Kata Serapan
Kata serapan, baik yang berasal dari bahasa asing maupun dari bahasa daerah, turut memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Sebagai bagian dari kosakata bahasa Indonesia, pelafalan kata-kata serapan itu harus tunduk pada sistem pelafalan bahasa Indonesia. Contoh:
Bentuk Asal Lafal Bentuk Serapan Lafal
psychology [sî kê lä je] psikologi [psiko logi]
system [sis têm] sistem [sis tém]
computer [kêm pyut êr] komputer [kom putér]
unit [yu nêt] unit [u nit]
gender [jen der] gender [gen der]
Serapan kata-kata asing yang berupa nama diri, lazimnya nama orang atau nama merek dagang, dapat dilafalkan sesuai dengan sistem pelafalan bahasa Indonesia atau sesuai dengan sistem pelafalan bahasa asalnya.
Citizen [si ti zên]
Triumph [tri êm(p)f]
Cussons [kas sêns]
Bridgestone [brij ston]
Washington [woshing tên]
Lafal Singkatan dan Akronim
Singkatan dan Akronim Bahasa Indonesia
Singkatan di dalam bahasa Indonesia, baik yang dituliskan dengan huruf kapital maupun dengan huruf kecil, dilafalkan huruf demi huruf sesuai dengan pelafalan bahasa Indonesia.
PGRI [pé gé èr i]
TKI [té ka i]
S.E. [ès é]
RUU [èr u u]
sda. [ès dé a]
MTQ [èm té ki]
Singkatan lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang dapat dilafalkan sesuai dengan lafal bentuk lengkapnya atau dilafalkan huruf demi huruf.
Cu [ku prum] atau [cé u]
TNT [tri ni tro to lu en ] atau [té èn té]
Rp [ru pi ah] atau [èr pé]
kg [ki lo gram]
cm [sèn ti mè têr]
Akronim di dalam bahasa Indonesia, baik yang ditulis dengan huruf kapital maupun dengan huruf kecil, dilafalkan seperti sebuah kata (bukan dilafalkan huruf demi huruf) berdasarkan lafal fonem yang dilambangkan dengan huruf itu.
ABRI [a bri] Angkatan Bersenjata RI
Depag [dé pag] Departemen Agama
Deperindag [dè pê rin dag] Departemen Perindustrian dan Perdagangan
Depkes [dèp kês] Departemen Kesehatan
hanura [ha nu ra ] hati nurani rakyat
pemilu [pê mi lu] pemilihan umum
SARA [sa ra] suku, agama, ras, dan antargolongan
SIM [sim] Surat Izin Mengemudi
jamsostek [jam sos tèk] jaminan sosial tenaga kerja
GN OTA [gé èn o ta] Gerakan Nasional Orang Tua Asuh
Singkatan dan Akronim Bahasa Asing
Singkatan dalam bahasa tampaknya merupakan gejala bahasa yang bersifat universal karena tiap bahasa menggunakannya. Gejala singkatan muncul berdasarkan pertimbangan kehematan waktu dan energi pengguna bahasa. Singkatan dapat dianggap semacam kode yang di dalam kalangan pengguna bahasa tertentu kode itu dapat dipahami semudah bentuk lengkapnya. Di luar kalangan tertentu itu singkatan tersebut dapat menghambat kelancaran komunikasi karena adanya kemungkinan terjadi kesalahpahaman dalam menafsirkan singkatan tertentu. Oleh karena itu, untuk kelancaran komunikasi yang lebih luas, singkatan sebaiknya dibatasi penggunaannya di kalangan tertentu saja karena, jika sebuah singkatan sukar ditebak artinya, fungsinya sebagai kode bahasa akan hilang. Sebaliknya, singkatan internasional, misalnya nama badan dan pranata asing, yang sering digunakan dan perlu diketahui khalayak umum, sebaiknya diterjemahkan artinya (dengan singkatan Indonesia) seperti PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk UNO (United Nation Organization) dan DK (Dewan Keamanan) untuk Security Council, atau diterjemahkan artinya saja, seperti IMF (Dana Moneter Internasional).
Pelafalan singkatan bahasa Indonesia didasarkan atas abjad dan bunyi-bunyi fonem bahasa Indonesia. Begitu pula dengan singkatan yang berasal dari bahasa asing yang digunakan dalam bahasa Indonesia.
B.Sc. [bé ès cé] bachelor of science
CIA [cé i a] Central Intellegence Agency
FBI [èf bé i] Federal Bureau of Investigation
IGGI [i gé gé i] Intergovernmental Group on Indonesia
M.Ed. [èm é dé] master of education
Ph.D [pé ha dé] philosophy doctor
RSVP [èr ès fé pé] respondez s’il vous plait
TKO [té ka o] technical knockout
WHO [wé ha o] World Health Organization
LC [èl cé] letter of credit
SEA Games [si géims] Southeast Asian Games
Sementara itu, akronim bahasa asing yang sudah tidak dirasakan lagi keasingannya, juga dilafalkan seperti lafal akronim bahasa Indonesia.
radar [ra dar]
sonar [so nar]
laser [la sêr]
Cara yang sejalan dengan kebiasaan pelafalan singkatan Indonesia itu memungkinkan pengguna bahasa mengikuti lafal yang bertaat asas. Singkatan yang sudah lazim dan dibakukan juga dapat mempersingkat waktu penyampaian informasi dalam komunikasi lisan, seperti pemakaian singkatan MPR dan RAPBN pada kalimat akan lebih efektif daripada pemakaian bentuk lengkapnya.
Ada beberapa singkatan dan akronim bahasa asing yang tetap dilafalkan sesuai dengan lafal aslinya bahasa asalnya, seperti contoh berikut.
Unesco [yu nes ko]
Unicef [yu ni sef]
Stanvac [stèn fèk]
Caltex [kal tèks]
IQ [ai kiu]
OK [o ke]
MOU [èm ou yu]
IUD [ai yu di]
Sementara itu, akronim bahasa asing lainnya sudah dilafalkan sesuai dengan kaidah pelafalan bahasa Indonesia, seperti GATT [gat], NASA [na sa], NATO [na to], dan STOVIA [sto fi a].
Gan Ini referensi nya dari mana ?
BalasHapus